Assalamualaikum..
Muna Fitria a.k.a. @mamahfaza disini.
Pasti pernah ya merasa hidup kita gini-gini aja: "Kenapa sih aku kok gak pernah bisa berubah?"Atau merasa ada yang kuraaang gitu, padahal followers IG nambah terus dan banyak rejeki dari jobs yang banyak berdatangan.
Ternyata itu semua berawal dari pola pikir (mindset atau thought patterns) kita. Pola pikir yang sudah lama kita miliki, yang kita anggap biasa saja, yang sering muncul, ternyata bisa merugikan. Pola pikir negatif ini membuat kita jadi cemas, takut yang berlebihan, suka ragu-ragu, tidak percaya diri, dan ... yah, intinya membuat kita merasa buruk lah.
Berikut beberapa pola pikir negatif yang kita miliki tapi tanpa sadar bisa membuat kita terjebak dalam ketidakbahagiaan:
Awal yang Baru
Kita selalu menilai bahwa ada waktu ideal untuk memulai awal yang baru: tahun baru, hari Senin, pagi hari, atau lainnya.
"Waduh. Hari ini aku kesiangan. Sayang banget, padahal rencana mau olahraga pagi-pagi. Besok deh pasti bisa bangun pagi." Keesokan harinya, terjadi hal yang sama dan terulang lagi di hari berikutnya.
Pada hari Kamis: "Argh! Anak-anak di rumah diajak main apa lagi nih? Udah kehabisan ide. Oke deh. Mulai minggu depan aku siapkan printables aja lah yang banyak buat seminggu. Sekarang biarin deh nonton TV aja asal anteng."
via GIPHY
Kenapa harus di awal hari? Padahal kan olahraga kapan saja bisa, tidak harus saat anak-anak masih tidur di pagi hari. Olahraga dengan anak-anak malah lebih bagus. Mereka jadi ada aktivitas fisik yang bisa mendukung kesehatan dan kecerdasan mereka.
Kenapa harus di awal minggu? Padahal tidak perlu menunggu hari Senin untuk menyiapkan printables atau mencari ide bermain lain untuk anak-anak. Kan tinggal googling. Di rumah juga ada printer. Jasa printing dekat rumah juga banyak.
Pola pikir negatif ini jelas bisa menjebak kita dalam lubang hitam bernama procrastination alias menunda-menunda. Yang tidak kita sadari adalah: dengan menunda melakukan hal baik yang bisa kita lakukan sekarang, kita juga menunda kebahagiaan kita. Harusnya sekarang kita bisa merasa produktif karena kita bisa menyelesaikan banyak pekerjaan sehingga urusan jadi beres. Harusnya sekarang kita bisa merasa percaya diri karena kita bisa selangkah lebih dekat menuju target. Eh, malah kita tunda sampai waktu yang tidak ditentukan.
Kita sendiri yang bisa menentukan kapan akan memulai sesuatu. Mengapa harus menunda besok jika bisa dilakukan sekarang? Lakukan sekarang, karena hanya saat ini yang kita punya. Hari esok belum tentu datang.
Kita sendiri yang bisa menentukan kapan akan memulai sesuatu. Mengapa harus menunda besok jika bisa dilakukan sekarang? Lakukan sekarang, karena hanya saat ini yang kita punya. Hari esok belum tentu datang.
Menunggu Babak Baru dalam Hidup
"Nanti kalau udah punya rumah sendiri, udah enggak tinggal sama mertua lagi, aku pasti bisa lebih bebas dan enggak stres kayak sekarang"
Hampir sama sih dengan sebelumnya, pola pikir negatif ini juga membuat kebahagiaan kita tertunda. Kita jadi beranggapan bahwa kondisi kita saat ini tidak cukup bagus untuk hidup senang sesuai harapan.
Kita sendiri yang memegang kendali penuh untuk live in the moment. Kita bisa loh memilih untuk menikmati hidup saat ini juga. Tapi jika kita percaya bahwa ada fase dalam hidup dimana kita memulai "hidup yang sesungguhnya", kita jadi seakan memilih untuk tidak menikmati hidup saat ini. Pola pikir negatif ini membuat kita merasa bahwa kita sekarang tidak layak untuk hidup bahagia.
Kaum jomblo nih yang sering jadi korban kayaknya. Mereka sering disudutkan oleh opini dan komentar publik yang menggiring pola pikir negatif bahwa seakan hidup bahagia tuh dimulai setelah menikah. Yah memang sih kalau sudah menikah bisa hidup bahagia dengan pasangan, tapi bukan berarti saat masih single tidak bisa bahagia kan?!
via GIPHY
Tidak perlu menunggu babak baru dalam hidup untuk mulai hidup bahagia. Kehidupan setelah menikah, atau babak baru lainnya, tidak selalu menjanjikan kebahagiaan. Hidup terus berubah, naik turun. Hal-hal baik terjadi, begitu juga hal-hal buruk. Inilah hidup kita saat ini. Jalani. Syukuri. Nikmati.
Mencari Pembuktian dari Orang Lain
"Ah! Akhirnya bisa juga nonton konser musisi favorit. Momen berharga nih. Harus di-posting di Instagram." Lalu berkali-kali fokus beralih pada kamera atau HP untuk memastikan sudah mendapat foto yang bagus. Udah posting foto HD dan caption seyahud mungkin, eh hati terpotek karena ternyata jumlah like dan komen tidak sebanyak yang kita harapkan. Pernah enggak nih mengalami yang kayak gini?Bukan. Bukannya kita tidak boleh mengabadikan momen. Masalahnya adalah saat kita menarik diri dari menikmati sebuah momen karena terlalu memikirkan bagaimana kita akan menceritakannya pada orang lain. Daripada menjadi diri sendiri dan menjalani hidup, kita malah sibuk menyusun cerita tentang kita untuk orang lain. Apalagi jika mood kita dipengaruhi oleh reaksi mereka. Nah. Pola pikir negatif seperti ini yang jadi masalah.
via GIPHY
Jujur ku akui. Momen seperti ini sering aku alami terutama saat membuat konten video. Terlalu asyik menyusun narasi yang bagus untuk diceritakan pada followers, aku malah jadi tidak fokus membersamai anak-anak belajar. Perhatianku jadi bukan pada anak-anak yang hadir bersamaku pada saat itu, tapi pada "penonton" yang entah dimana dan bukan "bagian dari hidupku". Tujuanku membuat konten video adalah ingin menceritakan bagaimana aku bermain sambil belajar bersama anak-anakku, tapi yang sebenarnya terjadi di balik layar adalah anak-anak tidak menikmati kegiatan bermain sama sekali karena berulang kali aku minta retake. Ironis kan?
Tidak hanya dari followers dan netijen yang budiman dari media sosial, pembuktian ini bisa juga kita harapkan datang dari bos, rekan kerja, orangtua, saudara, pacar, suami. teman, atau tetangga. Tanpa kita sadari, kita menjalani hidup untuk penilaian dari mereka. Segala usaha yang kita lakukan adalah untuk memenuhi harapan atau mendapat persetujuan mereka. Jadi yang gaya hidupnya (terpaksa) jadi mahal karena menyesuaikan dengan "level" teman-teman juga termasuk nih ya.
Agar terlepas dari pola pikir negatif yang membuat kita tidak bisa menikmati momen yang ada di hadapan kita, hayuk mulai sekarang kita sama-sama belajar untuk tidak menjadi performer di depan penonton. Saat ngopi dengan teman-teman, ya nikmati momen kebersamaannya. Tidak perlu sibuk membuktikan bahwa kita juga tidak kalah sukses dari mereka. Saat niat ingin berbagi ilmu dan menyebarkan manfaat lewat sosial media atau blog, ya bagikan saja tanpa harus terus-terusan menghitung sudah berapa likes atau views yang didapat.
Semangat mengubah pola pikir negatif ini yah!
Source:
Goodful's "Detox Your Thoughts" Newsletter developed by Dr. Andrea Bonior, a licensed clinical psychologist.
Komentar
be presence and do it now, kalau bisa dilakukan hari ini, kenapa nunggu besok yang mungkin datang.
suka ... lope lope
Iya nih self reminder juga. Karena kadang kita suka terlena dengan buaian dunia digital.
Saat harus melakukan / berhadapan dengan sesuatu yang bikin kita gak nyaman sedikit aja, langsung escape kesana.