Muna Fitria a.k.a. mamahfaza di sini..
Mamah bisa bayangkan bagaimana repotnya ibu bekerja di rumah dengan 3 anak dan tanpa ART? Reaksi semua orang yang tahu bahwa aku di rumah sendirian mengurus anak sekolah, balita, dan bayi selalu kaget, heran, dan gak percaya. Tanggapan mereka biasanya "Hah? Sampean (Bahasa Jawa: kamu) di rumah sendirian ta, Mbak?", "Gak ada ewang (Bahasa Jawa: orang yang membantu) ta, Mbak?", atau "Ya ampun, Mbaaak" sambil menunjukkan raut wajah mengibai.
Di samping amanat merawat anak, aku juga punya tanggung jawab lainnya. Aku bekerja di rumah sebagai content writer untuk sebuah website parenting, tutor Bahasa Inggris, proofreader dan penerjemah jurnal ilmiah, serta ~ahem~ blogger ~ahem~ (duh, sungkan sama bloggers senior). Ditambah lagi, aku juga bertanggungjawab sebagai tim desain dan admin Instagram @strongshalihah, sebuah komunitas belajar pernikahan dan parenting. Kalau dibayangkan dan dipikir-pikir, mustahil rasanya tugas sebanyak itu bisa ku selesaikan semuanya seorang diri.
Kewalahan
Menurutku, seseorang merasa kewalahan saat tidak ada cukup sumber daya untuk mengerjakan beban pekerjaan yang ada. Sependapat gak, Mah? Sebagai gambaran nih: Mamah yang buka jasa pre-order makanan pasti akan merasa tidak sanggup melayani pesanan 500 pelanggan jika Mamah memasak sendiri. Beda ceritanya kalau Mamah punya karyawan. Jadilah aku merumuskan bahwa:
Agar tidak merasa kewalahan, kita harus either menambah sumber daya atau mengurangi beban pekerjaan.
Menambah Sumber Daya
Yang kumaksud sumber daya di sini adalah: (1) sumber daya manusia, termasuk keluarga, ART, dan layanan jasa seperti laundry dan katering; dan (2) sumber daya uang, hahaha. Sumber daya uang ini juga bisa digunakan untuk menambah SDM.
Hal ini mungkin yang membuat sebagian ibu lain dengan beban kerja yang sama tidak merasa, atau tidak terlihat kerepotan. Sebagai contoh (ekstrim) nih, Nia Ramadhani, ibu 3 anak berusia 8, 5, dan 3 tahun. Anggap saja dia mengalami permasalahan yang sama dengan ibu 3 anak lainnya: drama anak PJJ, tantrum balita, cucian baju yang segunung, dan lainnya. Tapi karena sumber dayanya Nia banyak, ciiin, jadilah dia tidak merasa kewalahan dibandingkan ibu 3 anak lainnya dengan sumber daya terbatas.
Aku mendelegasikan beberapa tugas pada beberapa sumber daya yang ku punya berikut ini:
1. Langganan katering harian untuk menggantikan tugas memasak;
2. Layanan laundry untuk menaklukkan gunungan setrikaan;
3. Si Kakak;
Ada beberapa pekerjaan rumah tangga yang menjadi tugas rutinnya, seperti memindahkan sampah dari dalam rumah ke luar, angkat jemuran yang sudah kering, isi ulang botol minum di kulkas, dan lainnya. Selain itu, karena Si Kakak 7 tahun lebih tua dari adiknya, aku juga bisa memintanya untuk menghandel Si Balita saat aku sedang repot mengurus Baby No.3.
4. Si Papah;
Syukur Alhamdulillah suamiku yang berhati mulia ini sungguh tidak pernah menuntut apapun dariku. Saat Si Papah pulang kantor tapi rumah masih berantakan, ya beliau langsung ambil sapu dan membereskan. Saat Si Papah lihat cucian piring menumpuk, ya beliau tuntaskan hingga bersih. Ah.. Jadi merasa terbantu banget. Ku doakan para suami Mamah semuanya rajin membantu dan tidak pelit. Aamin..
Mengurangi Beban Kerja
Beban pekerjaan yang kumaksud disini adalah tugas-tugas yang menyertai peran yang kita miliki. Penggunaan kata 'beban' tidak dimaksudkan untuk memberikan makna peyoratif.
Jika kita tidak punya kemampuan untuk menambah sumber daya, - mungkin karena keterbatasan finansial, atau sedang LDM dengan suami - maka alternatif lain yang bisa dilakukan adalah mengurangi beban kerja.
Meskipun aku bisa menambah sumber daya, namun sejatinya itu belum cukup untuk mengurus semuanya. Beban pekerjaanku masih terlampau banyak untuk bisa kukerjakan sendiri, tapi aku sudah tidak mampu menambah sumber daya. Jadilah aku harus mengurangi beban kerja, misalnya:
- Kalau umumnya rumah disapu tiap pagi dan sore, aku hanya sehari sekali, karena tidak ada ART;
- Jika ada banyak deadline artikel dari klien, maka aku tidak menerima job terjemahan. Sebabnya, honorku tidak mencukupi untuk membayar childcare; dan lainnya.
Jika sudah menambah sumber daya dan mengurangi beban kerja, tapi masih juga merasa kewalahan, mungkin kita harus tambah satu cara lagi:
Menurunkan Ekspektasi
Inginnya bisa bekerja dan berkarya, masakan homemade selalu tersaji, rajin bikin DIY untuk kegiatan edukatif anak trus dibikin konten Instagram, bisa tetap punya waktu untuk khataman drakor sebagai me-time; tapi punya anak masih balita dan bayi tanpa ART. Lah dikiranya kita udah lulus berguru jurus seribu bayangan ke Naruto?!
Aku pun inginnya bisa menghasilkan uang lebih banyak dengan mengerjakan lebih banyak job. Tapi karena saat ini aku tidak punya sumber daya yang cukup untuk merawat anak-anak supaya aku lebih punya banyak waktu untuk bekerja, ya sudah. Turunkan ekspektasi. Cukupkan hati dengan rasa syukur atas pekerjaan yang bisa kulakukan sekarang.
Bukannya aku menyarankan untuk menyerah atau tidak berusaha keras ya. Ini hanya untuk menjaga kesehatan dan kewarasan kita bersama; agar tidak merasa kewalahan, overwhelmed, atau burnout. Saat mobil overheat aja kita disarankan untuk mematikan mesin, berhenti, dan jangan dipaksa jalan kan. Sama.
Setidaknya saat rumahku tidak serapih gambar-gambar di Pinterest, atau saat aku tidak bisa sepenuhnya memberikan kegiatan edukatif sesuai lesson plan kayak yang dibikin dr. Pinan, aku tidak menyalahkan diri. Aku tidak lagi merasa sumpek dan pontang panting kebingungan "aku harus kerjakan yang mana dulu?" Aku menyadari keterbatasanku, so either aku harus menambah sumber daya, mengurangi beban pekerjaan, atau menurunkan ekspektasi.
Nah sekarang gantian dong. Ceritakan juga bagaimana agar Mamah tidak merasa kerepotan dengan kesibukan menjalankan berbagai peran.
Remember that we're doing great, Mah. We're doing the best we can. Right?
Komentar
makasih ya mak, saya ternyata termasuk emak yang perfeksionis. itu yang bikin saya kewalahan. alhamdulilah, paksu saya juga gak banyak nuntut dan bukan tipe suami yang ingin di layani semisal rumah rapih terus, makan harus masak sendiri atau saya belum mandi seharian! hahahaha. jadi ini terbantu sebetulnya. dibagian ini ternyata saya kurang bersyukur. duh
saya juga nuntut diri sendiri sendiri ( selalu ) untuk rapihin rumah minimal 70% rapiiihh kaya gambar rumah di pinterest dan bikin craft atau alat peraga pembelajaran keenan, anak saya yang udah TK karena saya terpaksa homeschool-kan karna pandemi. semua emang bikin saya kewalahan.
akhirnya, setelah blog saya ber-domain. satu tugas terberat saya selesai. selanjutnya tingga nentuin skala prioritas, yaitu anak - anak. sisanya? saya jadikan prioritas nomer 2, 3 dan sekian dalam list skala prioritas dan schedule harian. masih dibikin kemarin malam sih, eksekusinya insyallah besok. do'a kan ya mak
Btw, dari tadi saya nyerocos kaya kereta api hahahaha.
salam kenal ya mak, saya eka dari Bandung.
salam hangat
eka - artjoka
Hatiku hangat membaca ceritamu, Mak. Thanks for sharing.
Aku enggak tahu akan jadi apa kalau suamiku tidak seperti ini, Mbak. Makanya aku bersyukur bangeeeeeeeet dan gak nuntut apa2 juga dari dia, kecuali masalah mendidik anak.
Kadang kita perlu kendorin dikiiit biar gak mogok di jalan kitanya, Mak, hehehe..
Penentuan prioritas itu juga masih aku latih, Mak. Todo list aku bentuknya Eisenhower Matrix sekarang, hehe..
Makasih kaaak atas tips dan berbagi pengalamannya. Aku sadar bahwa jadi ibu rumah tangga tidak harus selalu perfect. Saat ini saja belum punya anak aku suka kewalahan sendiri, gimana nanti punya anaak.
Btw salam kenal kaak! Semangat terus untuk kakak yaaa!!
Salut sih Ama semua ibu yg bisa bertahan tanpa art. Aku jujurnya tetap pakai 2 art dan babysitter. Setelah resign dari kantor aku fokus ngajarin si Kaka selama masa SFH ini. Jadi si babysitter bisa fokus ke adek.
Aku tuh ingin punya anak banyak dan urusan domestik juga aku yang ngerjain, tapi ini anak masih satu aja ngeri bayangin kabar domestik kalau nambah lagi
Plus suami aku juga lebih suka aku yang ngurusin domestik aja, walaupun keteran, beliau ngga masalah. Suami lebih suka rumah berantakan agak lama daripada aku laundry baju, delivery makan, atau panggil jasa bebersih online. Tapi akunya yang jadi rada suka stress kalau rumah udah messed up, padahal anak baru satu maaak.
Menurunkan ekspektasi masih jadi PR besaaar buatku. Tapi main ke sini aku jadi merasa lebih ringan, semua mama juga merasakan dan melalui hal yang sama :)
After all, Mbak Ranti. Way to go, Mbak! Keep doing what you do. You're doing great!
Terimakasih banget sudah main-main kesini.
Sejujurnya sungguh aku pontang panting mengasuh anak 3 ini. Apalagi bayi & balita kan masih sangat ketergantungan padaku.
Ngurus Si Baliya, Baby No.3 nangis. Begitu pun sebaliknya. Terkadang sumpek bangeeeeeeeet rasainnya. Can I just breathe for a moment?
Well. Memang sih menurunkan ekspektasi disini menurutku adalah yang utama sih sebenarnya. Karena itu berarti "Mengakui & menyadari penuh batas kemampuan kita seberapa". Nah karena aku sadar betul ndak mungkin bisa (karena aku juga udah coba berkali-kali) aku masak homemade food, ya sudah. Ndak ku paksakan, dan aku cari alternatif lain: langganan katering.
Alhamdulillah. Bener, Mbak. Dilakoni wae. Insya Allah engko enek dalan e. Karena pemberian dan pertolongan Tuhan itu luas banget sampek kadang gak masuk di akal manusia yang terbatas.
Semoga sehat bahagia selalu sekeluarga, Mah.
Salam dari Surabaya. Hehe.
Bedanya aku kok gak kepikiran untuk menulis diblog, kalau mamahfaza bisa menuliskannya dengan keren seperti ini euy��
www.socalledvita.blogspot.com